Perhelatan pemilu legislatif telah terlaksana walaupun masih menyisakan berbagai masalah. Kita pun belum mendapatkan kepastian siapa yang akan menjadi pemenangnya. Namun, kita tak bisa berdiam diri jika dalam peristiwa politik ini, kehidupan ekonomi harus termarjinalkan tak diurusi. Politik dan ekonomi adalah dua dimensi yang erat dan saling berkaitan. Keduanya tak bisa berkontradiksi satu sama lain karena sama-sama merupakan tool pencapaian sebuah negeri yang sejahtera.

Kita tidak ingin pada bumi pertiwi ini, ekonomi dan politik terdikotomi dengan melangkah sendiri-sendiri. Terlalu naïf bila berlogika bahwa kondisi politik yang kuat akan secara otomatis memunculkan keadaan ekonomi yang kondusif. Pun sebaliknya, kita tidak lantas membenarkan kalau dimensi ekonomi yang mapan akan memproduksi kestabilan pada kondisi politiknya. Menyelaraskan dimensi politik dan ekonomi adalah syarat wajib Indonesia agar digdaya menjadi negeri yang adil dan makmur yang sebagaimana termaktub dalam dasar negara Pancasila.

Pengalaman negeri ini adalah bukti sahihnya. Orde Baru adalah rezim yang berorientasi pada “Pembangunan ekonomi yes, politik no”. Pengejawantahannya tercermin dari trilogi pembangunan (pertumbuhan, stabilitas, dan pemerataan) yang merupakan fundamental kekuasaan Orba. Menurut saya, ketiganya jelas identik dengan wacana ekonomi. Dengan demikian, wacana politik tampak sekali dikebiri. Ini terbukti dengan hak-hak berpolitik kita yang dikekang sedemikian rupa sehingga kebebasan rakyat Indonesia harus terbungkam rapat-rapat oleh penguasa zalim.

Sebaliknya, seperti sekarang ini, kebebasan berpolitik yang lapang ternyata tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan ekonomi setiap peduduknya. Harga-harga kebutuhan pokok melambung naik. Pengangguran ada di mana-mana dan kemiskinan merajalela. Yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin menderita. Kesenjangan ekonomi pun kian kentara. Tak tampak ada perbaikan yang signifikan dalam bidang ekonomi setelah bangsa Indonesia menikmati euforia berdemokrasi. Terlihat sekali fakta bahwa kebebasan berpolitik belum bisa melahirkan kesejahteraan seluruh rakyatnya.

Saatnya melalui Pemilu 2009, kita bergerak untuk memperjuangkan keselarasan dimensi ekonomi dan politik. Wakil-wakil rakyat yang terpilih tentu harus menyadari bahwa 11 tahun reformasi ternyata belum berhasil membawa keadilan pada kedua dimensi ini. Mungkin negeri ini telah agung karena berhasil membawa angin kebebasan dalam politik berdemokrasi. Akan tetapi, negeri ini masih kerdil karena belum berhasil menghembuskan angin kemakmuran bagi puluhan juta rakyatnya yang masih menderita.

Oleh karena itu, momentum tepat sudah menunggu di depan mata untuk membuat perubahan nyata demi mengatasi sejuta problematika ekonomi di negeri ini. Aksi-aksi politis dewan terhormat yang memperjuangkan kesejahteraan ekonomi bagi seluruh rakyat Indonesia sangatlah dinantikan. Kita pun optimis pesta politik Pemilu 2009 akan berhasil melahirkan program-program ekonomi yang lebih berpihak pada rakyat.

0 komentar